BULELENG ● Kekisruhan panjang Desa Adat Tunju, Desa Gunungsari, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng dari isu penyerobotan tanah SD Negeri 2 Gunungsari, keluhkan pelayanan administrasi desa, penolakan pemasangan tower di Setra (Kuburan Bali), sampai dualisme kepemimpinan Bendesa Desa Adat Tunju.
<iframe src="https://www.youtube.com/embed/X7Yba_5k5xQ" frameborder="0" allowfullscreen="allowfullscreen"></iframe>
Permasalahan dualisme kepemimpinan Desa Adat Tunju ini coba dimediasikan oleh I Gusti Putu Ngurah Mastika, S.STP, M.M., selaku Camat dari Kecamatan Seririt, Buleleng, Bali. Melalui surat undangan tertanggal 27 Juli 2022 dengan nomor surat 005/268 /V11/2022 yang ditandatangani secara elektronik, ditujukan kepada Bendesa Adat Tunju (Ketut Arta) dan jajarannya serta pelaksana tugas (plt) Bendesa Adat Tunju (I Gede Suradnya) dan jajarannya, serta disaksikan oleh krama adat tunju, pihak kepolisian, Koramil 1609-03 Seririt, BPD Gunungsari, LPM Gunungsari, MDA Kabupaten Buleleng, MDA Alitan Seririt, Perbekel Desa Gunungsari dan Tim 9 bentukan Krama Adat Tunju untuk pemulihan Setra, di gedung serba guna Desa Gunungsari.
Baca berita sebelumnya (klik untuk link).....
Namun kekecewaan ditunjukan oleh Ngurah Mastika (Camat Seririt) bahwa pihak dari Majelis Desa Adat (MDA) yang diundang tidak bersedia hadir. Ada sindiran mengenai tidak dilayani secara kedinasan ini sebenarnya tidak perlu diungkapkan oleh Camat dan Perbekel yang hadir, karena bisa saja ini dianggap menekan masyarakat yang terlibat konflik, jadi aturan dinas sebaiknya dilaksanakan oleh kedua belah pihak karena permasalahan yang ada di Desa Adat Tunju adalah masalah Adat bukan masalah Dinas administrasi.
Dalam wawancara usai acara, Ngurah Mastika mengatakan hanya ingin memediasi dan mencarikan solusi konflik dualisme Bendesa Adat yang terjadi, walaupun dirinya menjelaskan bahwa tidak ada kewenangannya masuk mencampuri ranah adat.
"Kita ingin mencarikan solusi permasalahan adat ini agar tidak berlarut-larut, dan dapat menimbulkan permasalahan lain, "ungkapnya.
Ditanyakan mengenai surat rekomendasi Camat yang lalu mengenai persetujuan tower di Setra Adat Tunju, ia juga mengatakan sudah dicabut oleh Camat sebelumnya per-tanggal 12 Juli 2022.
"Kebetulan saya melihat suratnya langsung tentang pencabutan tersebut, kita kesampingkan dulu masalah tersebut, kita konsen untuk permasalahan dualisme kepemimpinan Bendesa Adat"
"Solusi saya adalah kolaborasikan antara keduanya, tetapi tidak mendapatkan titik temu (deadlock), saya berharap hati bisa terbuka semua untuk bisa mempersatukan desa ini, bisa saja dimediasi kembali oleh MDA atau mengambil keputusan dari MDA, " jelasnya.
Baca juga:
FMN : Samarinda Siapkan Diri Songsong IKN
|
Tentu ini mendapat penolakan dari Ketut Arta selaku Bendesa Desa Adat Tunju, ia dan Putu Budhiana selaku Kertha Desa mengatakan tidak mungkin berkolaborasi dengan yang tidak memiliki SK penunjukan dari MDA Provinsi Bali.
"Kalo kita ingin ayo sama-sama datang ke MDA Provinsi dan mendengar langsung dari sana, apa yang menjadi keputusan mereka terhadap Bendesa Desa Adat Tunju, " bantah Putu Budhiana.
Tentu ini menjadi momentum bagus buat MDA untuk menyelesaikan konflik adat yang ada, tidak seperti spanduk sindiran yang sempat beredar di masyarakat pada waktu yang lalu.
Bantahan itu juga dilontarkan Ketut Sudiarsa selaku salah satu krama Adat Desa Tunju. Ia mengatakan bahwa krama desa adat selama ini belum pernah mendapatkan kesejukan, konflik terus menerus yang tak kunjung usai.
Ia juga memprotes kinerja dari aparat desa yang ada, karena disebutkannya belum mampu mengayomi kepentingan-kepentingan desa adat. Dari pemberitaan sebelumnya dijelaskan juga mengenai keluhan warga terhadap keluhan tidak dilayaninya secara kedinasan oleh oknum pengurus desa.
Ia juga menekankan kepada Plt Bendesa Adat Tunju I Gede Suradnya untuk membeberkan hutang dari desa adat saat dirinya mengambil alih sebagai Bendesa. Juga menekankan kepada posisi kolektif kolegial yang seharusnya digantikan oleh jajaran pengurus lainnya yang masih ada, tidak mengganti semua yang dirasa tidak sepaham, ini tentu tidak adil.
"Masalah Nilar Sesana yang dipersalahkan oleh pihak yang berseberangan itu tidak tepat juga karena kesalahan Ketut Arta bukan mengabaikan tugasnya sebagai pengayom masyarakat adat"
"Memang harus ada hati yang besar untuk bisa mau menanyakan kepada MDA Provinsi untuk siapa yang berhak atas Bendesa Adat yang benar, jangan lagi buat masyarakat bingung"
Akhir acara menemui I Gede Suradnya menanyakan tentang dirinya yang naik menggantikan Bendesa Adat Tunju, ia mengungkapkan bahwa dirinya menekankan berawal dari sengketa lahan SDN 2 Gunungsari. Kondisi Bendesa Adat Ketut Arta yang tersangkut hukum itu juga menjadi motivasi, karena dianggap tidak mampu melaksanakan tugas 'ngayah' di Adat Tunju.
"Itu berdasarkan petunjuk dari MDA Kabupaten (Buleleng) untuk mencarikan pejabat sementara atau nama lainnya. Sesuai bab 5 juga disana ada jelas, paruman memutuskan dan sifatnya mengikat dan saya dipilih, dulu posisi saya di Kertha Desa Adat Tunju"
Ia juga menjelaskan rapat juga hanya terbatas karena pandemi covid-19, dan dihadiri oleh 33 orang prajuru adat dan dinas, karena tidak boleh berkerumun.
Menanyakan soal menerima uang dari perjanjian menara telekomunikasi yang jadi permasalahan serius, ia mengakui menerima 5 juta rupiah dan digunakan untuk upacara 'ngeruak' di dua tempat.
"Ya saya terima itu untuk banten 'ngeruak' di Setra (kuburan Bali)"
Walau ini beda dengan yang diungkapkan di salah satu podcast, "tidak saya memang belum terima untuk sewa, ini kan untuk upacara, " pungkasnya. (Ray)