BULELENG - Viralnya kasus kematian Brigadir Yoshua Hutabarat atau Brigadir J disemua media baik cetak maupun elektronik, menjadi semakin menarik perhatian publik karena diterimanya permohonan Barada E sebagai Justice Collaborator dalam kasus tersebut.
Peran kunci Barada E yang menjadi salah satu pelaku dalam kasus tersebut akan “membuka” siapa pelaku utama dan siapa saja yang terlibat serta apa motif pembunuhan Brigadir J diharapkan segera akan diungkap oleh penegak hukum.
Justice Collaborator adalah pelaku suatu tindak pidana yang bersedia membantu atau bekerjasama dengan penegak hukum. Peran kunci yang dimiliki oleh Justice Collaborator ini menjadi perhatian LSM KoMPaK yang bekerjasama dengan FH UNIPAS Singaraja menggelar Diskusi Hukum menyambutk HUT RI ke - 77 dengan tema: "Peran Justice Collaborator Dalam Mengungkap Kasus-Kasus Tindak Pidana di Indonesia", terang Ketua LSM KoMPaK, I Nyoman Angga Saputra Tusan, SH dalam kata pengantarnya.
Dekan Fakultas Hukum Unipas Dr. I Nyoman Gede Remaja, S.H., M.H. saat menjadi Narasumber dalam diskusi Hukum di Kampus Unipas tersebut menyampaikan bahwa Justice Collaborator merupakan suatu istilah yang pertama kali dikenal di Amerika Serikat dalam pengungkapan suatu kejahatan yang dilakukan oleh Mafia Kejahatan dengan menggunakan Code of Silence, akhirnya terungkap berkat jasa Justice Collaborator. Istilah ini menjadi tren digunakan di Indonesia dalam kasus-kasus kejahatan tertentu terutama yang terkategori extra ordinary crime.
Belakangan ini menjadi lebih viral setelah Barada E mengajukan diri sebagai Justice Collaborator. Apa itu justice collaborator ?
Justice Collaborator adalah seseorang yang berstatus sebagai pelaku tindak pidana atau bagian dari pelaku tindak pidana yang bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membuka tabir suatu kejahatan yang bersifat serius, salah satunya kejahatan yang dilakukan secara terorganisir.
Baca juga:
Catatan Akhir Tahun KPK Menyongsong 2022
|
Beberapa pengalaman di banyak negara, peran Justice Collaborator sangat efektif untuk mengungkap kejahatan-kejahatan serius, yang memberikan dampak yang luar biasa kepada keadilan masyarakat.
Secara tersirat pengaturan Justice Collaborator di Indonesia dapat ditemukan dalam beberapa peraturan perundang-undangan, terutama UU yang mengatur tentang perlindungan saksi dan korban dan juga dalam SEMA No. 4 tahun 2011".
Sementara itu Narasumber yang juga pembina LSM KoMPaK dan Advokat senior I Nyoman Sunarta, S.H. menambahkan, " justice Collaborator itu baru tersirat belum tersurat. Justice Collaborator sangat dibutuhkan untuk mengungkapkan kejahatan-kejahatan yg merupakan "extra ordinary crime" yang terjadi di Indonesia".
" Justice Collaborator, selama ini masih banyak berlangsung di tingkat pusat. Sedangkan untuk wilayah hukum Polres Buleleng sampai saat ini belum ada pelaku tindak pidana yg mengajukan diri sebagai Justice Collaborator", ujar KBO Reskrim Polres Buleleng IPDA I Made Anayasa dalam paparan materinya dalam diskusi Hukum yang juga menjadi salah satu Narasumber.
I Nyoman Sunarta juga menegaskan, "Hal ini menjadi catatan kita bersama, kenapa bisa dibuleleng ini belum ada Justice Collaborator untuk mengungkap kasus-kasus Pidana besar? Saya rasa ini terjadi salah satunya karena kekurangpahaman pelaku atau pendamping pelaku kasus pidana, . Disinilah peran advokat yg menjadi pendamping pelaku. Seorang advokat berperan besar dan harus bisa memberikan penjelasan serta pemahaman, kemudian meyakinkan pelaku pidana ini, untuk bisa menjadi Justice Collaborator. Mungkin seperti itu penyebabnya, karena masih awam harus kemana mengajukan perlindungan. Untuk menjadi Justice Collaborator harus inisiatif dari pelaku mengajukan ke LPSK, jika LPSK mengabulkan, Justice Collaborator harus bekerjasama dengan penegak hukum untuk mengungkap siapa pelaku utama dalam kejahatan yang bersifat "Extra Ordinary Crime" ini.
Jadi kalau mereka betul-betul bisa mengungkap siapa pelaku utama dari keterangan-keterangan yang diberikan itu konsisten sampai di pengadilan, nantinya hakim yang akan menilai. Reward yang diberikan itu bisa pengurangan hukuman minimal, sebagai apresiasi dalam mengungungkap kasus yang besar itu. Saya juga berharap kedepannya di Buleleng, akan muncul orang-orang yang berani menjadi Justice Collaborator untuk mengungkap kasus-kasus besar di wilayah hukum Polres Buleleng".
Demikian diskusi hukum "Peran Justice Collaborator dalam mengungkap kasus-kasus Pidana di Indonesia" yang diselenggarakan atas kerja sama LSM Kompak dan Fakultas Hukum Unipas dengan Narasumber: Dekan FH Unipas Dr. I Nyoman Gede Remaja, S.H., M.H., KBO Reskrim Polres Buleleng Ipda Made Anayasa dan Advokat sekaligus pendiri LSM KoMPaK I Nyoman Sunarta, S.H. Diskusi dipandu oleh I Gede Sarya Tuntun yang juga merupakan Wakil Ketua KoMPaK.
Peserta terdiri dari: akademisi, advokat, LSM, tokoh media, mahasiswa (Unipas, Undiksha, STAH M Kuturan), bertempat di Auditorium Unipas, Selasa, 16/8/2022, tambah Made Witama Mahardipa, SH selaku Ketua Panitia. (Mga)